Bendera perusahaan dengan alamat baru sudah dua pekan di kerek. Pelanggan yang sudah kita datangi kita kirimi pemberitahuan perihal kepindahan kantor. Tiada hari tanpa mendatangi calon pelanggan. Tentunya ketika aku kebagian shift malam, semua itu kami lakukan.
Sampai pada suatu malam kita bersepakat untuk rapat membicarakan harga yang akan kita tawarkan pada satu pelanggan potensial. Selain menjual produk sendiri kita juga berkolaborasi dengan teman2 yang memiliki produk berbeda dengan kita.
Malam ini rapat kita adakan di warung STMJ, yang berada di samping kantorku. Warung itu berada di deretan tengah dari puluhan warung yang menempel di trotoar sepanjang jalan tembus yang menghubungkan antara jalan utama sudirman ke jalan yang menuju tanah abang, pasar grosir yang terkenal hingga ke benua afrika tersebut.
Jalan tembus itu di apit dua gedung pencakar langit. Di sisi kiri ada gedung BNI 46 dan di sisi yang lain menjulang gedung artaloka, yang didalamnya ada bank Muamalat, dimana tiap bulan aku menjumpai para teller bank yang selalu tersenyum, mereka sudah kuakrabi lebih dari enam tahun terakhir sejak aku mendapat gaji pertama.
Para pedagang di trotoar ini merupakan orang urban yang bernasib baik, dagangan mereka tidak pernah sepi setiap harinya. Para pekerja di sekitar sudirman ini memanfaatkan betul warung-warung ini, dengan rasa kenyang yang sama mereka bisa menghemat tiga kali lipat di banding jika harus makan di salah satu restoran yang ada di wisma BNI tersebut. Karena aku pernah tapi Cuma satu kali, sehari ba’da gajian bulan agustus kemarin, aku makan di lantai dua wisma 46. makan soto lamongan, melihat rasanya yang tidak jauh berbeda dengan soto madura di warung trotoar itu aku harus merogoh kantongku lebih dalam. Tiga kali lipat. Tapi begitulah bisnis, mereka tidak hanya menjual rasa, tapi juga menjual prestise, bahasa gaulnya, gengsi!.
Begitulah dunia bisnis, siapa bisa secara cerdas melihat celah maka dia akan menang, begitulah rahasia kejayaan starbuck Coffe. Setidaknya hal ini yang pernah di alami salah seorang temanku, namanya niko, satu hari dia mengantar istrinya belanja di salah satu mal di jakarta, karena terlalu lama, dia membeli secangkir kopi di starbuck, biar nunggunya bisa duduk di kursi empuk, begitu pikirnya.
Saat istrinya selesai dan dia harus membayar, matanya terbelalak, “ gak salah ni mbak, katanya ketus, masak Cuma secangkir harganya tigapuluh enam ribu...?”.
Bagaimanapun niko mau protes, tetap saja tidak bisa mngubah angka-angka yang sudah tertera di atas kepalanya. Dengan berat hati dia membayar. Sudah kesal dia menyumpahi dirinya sendiri kenapa tadi tidak teliti dulu melihat daftar harga. Muka istrinya ikut cemberut. Dasar perempuan gak tahu suaminya lagi apes!.
Alhamdulillah malam itu awan cerah, pepohonan yang tumbuh di sepanjang jalan tembus itu bergoyang laksana mengikuti irama lagu yang didendangkan Rhoma Irama. Bintang-bintang diatas sana bersumpah serapah kepada para setan yang malam itu beroperasi di lorong-lorang jakarta. Mangganggu para hamba untuk menambah dosa yang sudah menggunung.
Namun setan-setan jahanam itu tidak menghiraukannya. Mereka terus berpencar mencari mangsa. Menunggu para hamba terlena. Menunggu manusia-manusia yang terkalahkan untuk di giring ke tenpat dimana tidak ada rahmat Allah didalamnya.
Tidak terbilang banyaknya di jakarta ini manusia yang berniat baik awalnya, namun bernasib buruk diakhirnya. Pun alhamdulillah tidak sedikit berbilang yang memiliki nasib lebih baik dibanding orang tua mereka sebelumnya. Memang di suatu tempat di manapun itu entah di paris perancis sana, di mekkah arab sana atau di jakarta tercinta ini. Allah menurunkan ketenangan di banyak hati manusia disamping Allah juga membiarkan para setan jalanan mengalahkan hamba-hamba Nya yang tidak kuat iman.
Alhamdulillah malam itu tidak banyak pekerjaan yang harus kukerjakan.Semua pekerjaan sudah kurapel tadi sore, karena kutahu malam ini aku harus meluangkan waktu bersama teman-teman tercinta. Setelah menitip kepada teman shift ku aku turun melalui lift yang sudah kuhafal lekuk-lekuknya.
Uwi dan ahmad sudah menunggu.
Setelah basa basi sebentar kita langsung ke pokok rapat, mengingat aku tak punya waktu banyak. Ku gunakan jam makan malam untuk rapat bersama teman-teman.
“ini harga yang di tawarkan bagus untuk produknya”, ahmad menyodorkan selembar kertas.
Ku coba pelajari sekilas...” kesepakatannya gimana mad, apakah kita ambil untung dari harga ini atau kita perlu mark up?”.
“ wi coba ente jelasin khan tadi ente yang ketemu sama bagus” ahmad meminta uwi untuk memaparkan hasil pertemuan dengan teamnya bagus.
Uwi mencoba bersiap, mangambil posisi duduk yang lebih nyaman, “ oke aku coba jelaskan, mereka memberikan harga ini, sama dengan harga yang mereka berikan ke end user, kita di beri diskon 25 sampai 30 persen, tergantung tingkat kerusakannya”.
Setelah mengambil napas, uwi meneruskan...” tadi aku dah sepakat sama mereka bahwa kita tidak boleh saling menindih pelanggan, maksudnya perusahaan yang sudah di dekati mereka kita gak boleh memasukkan proposal, dan berlaku sebaliknya”.
Ahmad menyela, “ maksudnya kalau kita sudah memasukan penawaran harga ke satu perusahaan mereka tidak boleh menelikung?”
“Tepat!” uwi cepat.
“ kalau begitu semakin banyak perusahaan yang kita masuki kemungkinan kita dapat lebih besar ya?” aku semangat.
“betul, masalahnya mereka sudah start jauh meninggalkan kita, istilahnya kita sekarang harus mencari pelanggan sisa” uwi menjawab semangatku. Uhhh.
“berarti kita harus mencari pelanggan yang memang belum tersentuh mereka, bagaimana kita tahu perusahaan mana aja yang belum mereka sentuh?” ahmad menyelidik.
Uwi mengambil secarik kertas dan meletakkan diantara piring roti bakar, “ ini daftar perusahaan yang mereka sudah masuki’.
“mereka sudah masuki semua perusahaan yang kita kenal bang!” sambil tangan ahmad memberikan kertas itu kepadaku.
“coba aku lihat”, ku amati satu persatu perusahaan yang tercantum di kertas itu, ”namun kalau kita teliti sepertinya masih ada peluang, coba lihat perusahaan yang sudah kita list di kategori C, mungkin masih ada peluang” aku memberi harapan.
Uwi mencoba mengais kertas yang ada di tasnya.
“coba kita lihat, semoga harapan itu masih ada...” uwi menelusuri setiap kata di lembaran yang lusuh oleh lipatan itu, “ Betul bang di kategori C banyak yang belum di masuki sama bagus, ada juga beberapa di kategori B, kalau yang A sudah di babat habis”.
“alhamdulillah, masih ada yang bisa di kejar”, ahmad mengelus dada ” bagus juga kalau kita coba manambah calon pelangan lewat internet, bang sambil kerja coba ente cari -cari ya....?” ahmad ke arahku.
“boleh, ntar aku usahain” jawabku mantab, semantab tinjunya mike tyson saat men-KO michel sphink.
Kegembiraan hati kami malam itu mungkin melebihi gambiranya hati si pedagang STMJ tempat kami mangkal. Karena dia bersorak dalam diam saat kami menetap di tendanya, hal ini kami ketahui saat membayar apa yang kami makan malam itu, mie rebus plus telor lima mangkok, STMJ tiga gelas besar, roti dan pisang bakar tiga piring di tambah jus buah tiga gelas. Kami rapat serasa berpestanya raja-raja majapahit!.
Sudah dua jam kami diskusi, jalan Sudirman di samping kami sudah mulai sepi, para manusia pekerja jakarta ada yang sudah sampai di rumah, diantara mereka ada yang sudah ngorok kelelahan atau masih berkutat dengan tugas kantor yang terpaksa di bawa kerumah. Bisa jadi juga ada di antara mereka yang sedang melampiaskan kerinduan kepada istri tercinta sebagaimana legenda cinta india, Shah Jahan membahagiakan sang kekasih hati Mumtaj Mahal pada setipa malamnya..
Dalam perjalanan kembali ke kantor aku teringat bagaimana mahapatih gajahmada menyusun rencana agungnya menyatukan nusantara. Saking seriusnya proyek itu sang mahapatih bersumpah tidak akan menikmati dunia sampai cita-cita menyatukan nusantara tercapai. Yang diucapkan pda saat pengangkatannya sebagai mahapatih majapahit. Sumpah Palapa ada pada teks Jawa Pertengahan Pararaton,
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya,
Aku Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Sungguh aku ingin mewarisi semangatnya. Semangat kepahlawanan yang didasari keilkhlasan dan cita-cita besar.
Friday, May 22, 2009
Saturday, May 9, 2009
cairnya tagihan pertama ( 6 )
Hari itu jam sembilan pagi, baru dua jam aku mengisi absen di ‘kantor pertamaku’, saat tiba-tiba hanphone pisangku berdering keras. Dari ahmad rupanya…
“assalamualaikum..” ahmad membuka dengan suara sumringah.
“waalaikum salam ada apa ni sepertinya kabar baik ya?” tembakku.
“yup, betul, ini aku mau ngasih kabar baik, tagihan kita ke perusahaan bang Tono sudah cair…”
“Alhamdulillah, semua atau sebagian?” kejarku.
“semua, tiga puluh delapan juta!”
“alhamdulillah, kalau gitu ntar malam kita rapat ya..?”
“boleh, di mana?”
“di tempatnya uwi aja”
“okeh, nanti langsung aja ya abis isya kita di tempat uwi”
“sip, ente kasih tahu si uwi ya mad” pintaku.
“oke, salamualaikum”
“walaikum salam”
klik, telepon di matikan.
Alhamdulillah, order pertama telah cair…berarti langkah awal ini bisa dapat untung sekitar tujuh jutaan. Lebih dari empat bulan gajiku. Kerja keras kita ternyata tidak sia-sia. Diawali dengan mencari barang kesana kemari, semua nomor telepon teman kita hubungi, searching di internet dan semua cara kita tempuh untuk mencari barang yang di cari bang Tono.
Dalam jangka waktu enam hari dari jangka waktu delapan hari yang di berikan bang Tono kita dapat menyediakan semua barang yang di butuhkan. Dengan negoisasi yang ketat dan melelahkan disertai keyakinan yang tinggi akhirnya semua sumber barang yang kita dapatkan mau di bayar belakangan setelah tagihan cair. Praktis rezeki awal ini kita tidak pake modal, cukup bermodal kata-kata dan nama baik saja. Alhamdulillah.
Setelah ashar selesai ku tunaikan, SMS masuk ke hpku, “wid ntar rapat di masjid ane aja, soalnya di rumah lagi ada acara”, dari uwi.
Masjid ini terkesan welcome kepada siapa saja yang mau mengambil keteduhannya. Pintunya terbuka lebar, berjendela banyak dan besar-besar dibiarkan terbuka. Siapapun yang berada di dalamnya yakin akan terasa nyaman karena aliran udara yang lancar. Bercatkan warna adem menambah kekhususkan setiap hamba Allah yang bersimpuh kepada-Nya. Ditambah lagi kreatifitas DKM yang baik membuat masjid ini tidak pernah sepi dari kegiatan. Setidaknya hal ini bisa di lihat di mading masjid yang menempelkan keanekaragaman acara yang di adakan di masjid, dari pengajian bapak-bapak, majlis taklim ibu-ibu, hingga remaja masjid yang ramai aktifitas.
Saat aku mengambil wudhu pun aku bisa melihat bagaimana mereka sangat memperhatikan kebersihan. Selayaknya semua DKM berlaku yang sama seperti ini. Bukankah Allah itu indah dan menyukai keindahan?.
Setelah selesai isya yang tadi di imami Uwi, kita bergerak ke ruang atas. Kita ambil posisi agak memojok agar dekat balkon, angin semilir sepoi yang mengundang kita untuk mengambil sudut itu.
“ini uangnya, tadi sudah aku ambil semua di bank” ahmad meletakkan bungusan coklat di antara kami bertiga.
“kenapa gak di simpan aja dulu, ntar biar gampang transfer ke nurnya?” tanyaku ke ahmad.
“sengaja bang, biar tangan kita masing-masing bisa memegang hasil jerih payah pertama kita” senyum khas ahmad tersungging di bibirnya. Senyum kebanggaan.
“ah bisa aja ente mad” Uwi menimpali.
“kalau gitu coba sini aku mau pegang…” kataku semangat sembari membuka bungkusan coklat tersebut. Tiga puluh delapan juta!.” Baru kali ini aku bisa melihat dan memegang uang tiga puluh delapan juta cash, ni wi ente pegang”
“ya sini aku pegang” uwi menjulurkan tangan kanannya.
“nah sekarang apa rencana kita dengan keuntungan kita ini?” Ahmad memulai diskusi.
“kita khan dapat untungnya sekitar tujuh jutaan ni, kalau menurut ente gimana mad?” uwi kembali melempar bola.
“kalau menurut aku sih mending uang ini kita jadikan modal lagi, kita gak perlu mengambil keuntungan diawal, nanti aja kalau perusahaan kita sudah seatle, baru kita bisa ambil untung, gimana bang?” Ahmad melembar bola kepadaku.
“bagus gitu, kita gak usah ambil untung , prihatin aja, yang penting perusahaan kita berdiri dulu, sekarang tinggal kita sepakati uangnya kita mau pake buat apa?” jawab dan tanyaku.
“aku punya pemikiran begini, kita tahu kalau calon pelanggan kita bukanlah perorangan, tapi perusahaan besar yang adanya di daerah thamrin dan sudirman, minimal mereka semua ada di perkantoran daerah Jakarta, dan mereka sangat memperhatikan keberadaan perusahaan calon mitranya” jelas ahmad.
“maksud ente gimana mad?” uwi gak sabar.
“begini, kita pake uang ini buat sewa kantor di daerah sudirman atau thamrin, biar kelihatan bonafid, gimana?”
“yang bener mad, mana cukup, tujuh juta buat sewa gedung di daerah elit begitu?” kataku menyanggah.
“jangan ente piker kita sewa satu gedung atau satu lantai di sana, pasti gak akan cukup. Alhamdulilah kemarin aku dapat info dari temen bisnisku, kalau di plasa mandiri ada yang nyewain alamat bulanan, jadi kita gak sewa ruangan, tapi sewa alamat aja, istilah kerennya virtual office. Nanti kita akan di berikan no telepon yang kalau pelanggan kita menelpon akan di jawab dengan jawaban yang kita inginkan, menarik khan?” ahmad penuh semangat.
‘fantastis, mantab tu ide, gimana bang?” tanya Uwi kepadaku.
“ya boleh itu ide brilian, nantinya di kartu nama kita akan tertulis alamat plasa mandiri jalan gatot subroto. Cukup berkelas!”
“trus mad, kalau nanti ada pelanggan kita yang mau datang gimana?” uwi menginginkan jawaban segera.
“gampang itu bisa di atur, mereka juga menyewakan ruangan yang bisa kita sewa harian” ahamd tersenyum.
“ ada aja ya orang punya ide” kataku “ disaat orang membutuhkan tempat yang representatif mereka menyediakan”.
“ya udah kapan kita kesana mad” uwi lagi.
“kalau ente bisa besok sabtu kita kesana, aku dah janji jam sepuluhan, besok ente berdua bisa khan?”
“bisa insyaAllah” kataku, kalau uwi pasti bisa karena dia memang libur.
“oh ya kita sepertinya melupakan sesuatu dech.” Uwi tiba-tiba.
“apaan wi” ahmad penasaran.
“jangan lupa dari tujuh juta keuntungan kita di sisihkan zakatnya ya?”
“Astaghfirullah.. hampir aja kita lupa, itu yang harusnya kita potong di awal” kataku
“oke dech ntar kita sisihkan duasetengah persennya” ahmad senang.
Langit yang cerah tanpa selembarpun awan malam itu menemani kami ‘rapat komisaris’ dan dinginnya udara malam itu membuat kita harus memesan mi rebus sampai dua kali, ditambah gorengan dari uwi dan kerupuk yang tadi kubeli saat berangkat dari kantor.
Bulan purnama yang malam itu terlihat penuh tanpa cela, turut juga berbahagia bersama kami, seolah dia berkata teruskan perjuangan, aku selalu setia menjagamu dikala engkau bersyukur kepada yang memberimu penghidupan.
Asyiknya diskusi membuat kami lupa waktu, sampai dentang jam dinding di masjid itu berbunyi satu kali. Karena sudah jam satu malam, setelah kita sholat malam, aku dan ahmad memutuskan mabit di masjid yang indah itu. Untuk besoknya kita ke plasa mandiri meretas harapan yang semakin terbuka lebar. Alhamdulillah.
“assalamualaikum..” ahmad membuka dengan suara sumringah.
“waalaikum salam ada apa ni sepertinya kabar baik ya?” tembakku.
“yup, betul, ini aku mau ngasih kabar baik, tagihan kita ke perusahaan bang Tono sudah cair…”
“Alhamdulillah, semua atau sebagian?” kejarku.
“semua, tiga puluh delapan juta!”
“alhamdulillah, kalau gitu ntar malam kita rapat ya..?”
“boleh, di mana?”
“di tempatnya uwi aja”
“okeh, nanti langsung aja ya abis isya kita di tempat uwi”
“sip, ente kasih tahu si uwi ya mad” pintaku.
“oke, salamualaikum”
“walaikum salam”
klik, telepon di matikan.
Alhamdulillah, order pertama telah cair…berarti langkah awal ini bisa dapat untung sekitar tujuh jutaan. Lebih dari empat bulan gajiku. Kerja keras kita ternyata tidak sia-sia. Diawali dengan mencari barang kesana kemari, semua nomor telepon teman kita hubungi, searching di internet dan semua cara kita tempuh untuk mencari barang yang di cari bang Tono.
Dalam jangka waktu enam hari dari jangka waktu delapan hari yang di berikan bang Tono kita dapat menyediakan semua barang yang di butuhkan. Dengan negoisasi yang ketat dan melelahkan disertai keyakinan yang tinggi akhirnya semua sumber barang yang kita dapatkan mau di bayar belakangan setelah tagihan cair. Praktis rezeki awal ini kita tidak pake modal, cukup bermodal kata-kata dan nama baik saja. Alhamdulillah.
Setelah ashar selesai ku tunaikan, SMS masuk ke hpku, “wid ntar rapat di masjid ane aja, soalnya di rumah lagi ada acara”, dari uwi.
Masjid ini terkesan welcome kepada siapa saja yang mau mengambil keteduhannya. Pintunya terbuka lebar, berjendela banyak dan besar-besar dibiarkan terbuka. Siapapun yang berada di dalamnya yakin akan terasa nyaman karena aliran udara yang lancar. Bercatkan warna adem menambah kekhususkan setiap hamba Allah yang bersimpuh kepada-Nya. Ditambah lagi kreatifitas DKM yang baik membuat masjid ini tidak pernah sepi dari kegiatan. Setidaknya hal ini bisa di lihat di mading masjid yang menempelkan keanekaragaman acara yang di adakan di masjid, dari pengajian bapak-bapak, majlis taklim ibu-ibu, hingga remaja masjid yang ramai aktifitas.
Saat aku mengambil wudhu pun aku bisa melihat bagaimana mereka sangat memperhatikan kebersihan. Selayaknya semua DKM berlaku yang sama seperti ini. Bukankah Allah itu indah dan menyukai keindahan?.
Setelah selesai isya yang tadi di imami Uwi, kita bergerak ke ruang atas. Kita ambil posisi agak memojok agar dekat balkon, angin semilir sepoi yang mengundang kita untuk mengambil sudut itu.
“ini uangnya, tadi sudah aku ambil semua di bank” ahmad meletakkan bungusan coklat di antara kami bertiga.
“kenapa gak di simpan aja dulu, ntar biar gampang transfer ke nurnya?” tanyaku ke ahmad.
“sengaja bang, biar tangan kita masing-masing bisa memegang hasil jerih payah pertama kita” senyum khas ahmad tersungging di bibirnya. Senyum kebanggaan.
“ah bisa aja ente mad” Uwi menimpali.
“kalau gitu coba sini aku mau pegang…” kataku semangat sembari membuka bungkusan coklat tersebut. Tiga puluh delapan juta!.” Baru kali ini aku bisa melihat dan memegang uang tiga puluh delapan juta cash, ni wi ente pegang”
“ya sini aku pegang” uwi menjulurkan tangan kanannya.
“nah sekarang apa rencana kita dengan keuntungan kita ini?” Ahmad memulai diskusi.
“kita khan dapat untungnya sekitar tujuh jutaan ni, kalau menurut ente gimana mad?” uwi kembali melempar bola.
“kalau menurut aku sih mending uang ini kita jadikan modal lagi, kita gak perlu mengambil keuntungan diawal, nanti aja kalau perusahaan kita sudah seatle, baru kita bisa ambil untung, gimana bang?” Ahmad melembar bola kepadaku.
“bagus gitu, kita gak usah ambil untung , prihatin aja, yang penting perusahaan kita berdiri dulu, sekarang tinggal kita sepakati uangnya kita mau pake buat apa?” jawab dan tanyaku.
“aku punya pemikiran begini, kita tahu kalau calon pelanggan kita bukanlah perorangan, tapi perusahaan besar yang adanya di daerah thamrin dan sudirman, minimal mereka semua ada di perkantoran daerah Jakarta, dan mereka sangat memperhatikan keberadaan perusahaan calon mitranya” jelas ahmad.
“maksud ente gimana mad?” uwi gak sabar.
“begini, kita pake uang ini buat sewa kantor di daerah sudirman atau thamrin, biar kelihatan bonafid, gimana?”
“yang bener mad, mana cukup, tujuh juta buat sewa gedung di daerah elit begitu?” kataku menyanggah.
“jangan ente piker kita sewa satu gedung atau satu lantai di sana, pasti gak akan cukup. Alhamdulilah kemarin aku dapat info dari temen bisnisku, kalau di plasa mandiri ada yang nyewain alamat bulanan, jadi kita gak sewa ruangan, tapi sewa alamat aja, istilah kerennya virtual office. Nanti kita akan di berikan no telepon yang kalau pelanggan kita menelpon akan di jawab dengan jawaban yang kita inginkan, menarik khan?” ahmad penuh semangat.
‘fantastis, mantab tu ide, gimana bang?” tanya Uwi kepadaku.
“ya boleh itu ide brilian, nantinya di kartu nama kita akan tertulis alamat plasa mandiri jalan gatot subroto. Cukup berkelas!”
“trus mad, kalau nanti ada pelanggan kita yang mau datang gimana?” uwi menginginkan jawaban segera.
“gampang itu bisa di atur, mereka juga menyewakan ruangan yang bisa kita sewa harian” ahamd tersenyum.
“ ada aja ya orang punya ide” kataku “ disaat orang membutuhkan tempat yang representatif mereka menyediakan”.
“ya udah kapan kita kesana mad” uwi lagi.
“kalau ente bisa besok sabtu kita kesana, aku dah janji jam sepuluhan, besok ente berdua bisa khan?”
“bisa insyaAllah” kataku, kalau uwi pasti bisa karena dia memang libur.
“oh ya kita sepertinya melupakan sesuatu dech.” Uwi tiba-tiba.
“apaan wi” ahmad penasaran.
“jangan lupa dari tujuh juta keuntungan kita di sisihkan zakatnya ya?”
“Astaghfirullah.. hampir aja kita lupa, itu yang harusnya kita potong di awal” kataku
“oke dech ntar kita sisihkan duasetengah persennya” ahmad senang.
Langit yang cerah tanpa selembarpun awan malam itu menemani kami ‘rapat komisaris’ dan dinginnya udara malam itu membuat kita harus memesan mi rebus sampai dua kali, ditambah gorengan dari uwi dan kerupuk yang tadi kubeli saat berangkat dari kantor.
Bulan purnama yang malam itu terlihat penuh tanpa cela, turut juga berbahagia bersama kami, seolah dia berkata teruskan perjuangan, aku selalu setia menjagamu dikala engkau bersyukur kepada yang memberimu penghidupan.
Asyiknya diskusi membuat kami lupa waktu, sampai dentang jam dinding di masjid itu berbunyi satu kali. Karena sudah jam satu malam, setelah kita sholat malam, aku dan ahmad memutuskan mabit di masjid yang indah itu. Untuk besoknya kita ke plasa mandiri meretas harapan yang semakin terbuka lebar. Alhamdulillah.
Subscribe to:
Posts (Atom)