Bendera perusahaan dengan alamat baru sudah dua pekan di kerek. Pelanggan yang sudah kita datangi kita kirimi pemberitahuan perihal kepindahan kantor. Tiada hari tanpa mendatangi calon pelanggan. Tentunya ketika aku kebagian shift malam, semua itu kami lakukan.
Sampai pada suatu malam kita bersepakat untuk rapat membicarakan harga yang akan kita tawarkan pada satu pelanggan potensial. Selain menjual produk sendiri kita juga berkolaborasi dengan teman2 yang memiliki produk berbeda dengan kita.
Malam ini rapat kita adakan di warung STMJ, yang berada di samping kantorku. Warung itu berada di deretan tengah dari puluhan warung yang menempel di trotoar sepanjang jalan tembus yang menghubungkan antara jalan utama sudirman ke jalan yang menuju tanah abang, pasar grosir yang terkenal hingga ke benua afrika tersebut.
Jalan tembus itu di apit dua gedung pencakar langit. Di sisi kiri ada gedung BNI 46 dan di sisi yang lain menjulang gedung artaloka, yang didalamnya ada bank Muamalat, dimana tiap bulan aku menjumpai para teller bank yang selalu tersenyum, mereka sudah kuakrabi lebih dari enam tahun terakhir sejak aku mendapat gaji pertama.
Para pedagang di trotoar ini merupakan orang urban yang bernasib baik, dagangan mereka tidak pernah sepi setiap harinya. Para pekerja di sekitar sudirman ini memanfaatkan betul warung-warung ini, dengan rasa kenyang yang sama mereka bisa menghemat tiga kali lipat di banding jika harus makan di salah satu restoran yang ada di wisma BNI tersebut. Karena aku pernah tapi Cuma satu kali, sehari ba’da gajian bulan agustus kemarin, aku makan di lantai dua wisma 46. makan soto lamongan, melihat rasanya yang tidak jauh berbeda dengan soto madura di warung trotoar itu aku harus merogoh kantongku lebih dalam. Tiga kali lipat. Tapi begitulah bisnis, mereka tidak hanya menjual rasa, tapi juga menjual prestise, bahasa gaulnya, gengsi!.
Begitulah dunia bisnis, siapa bisa secara cerdas melihat celah maka dia akan menang, begitulah rahasia kejayaan starbuck Coffe. Setidaknya hal ini yang pernah di alami salah seorang temanku, namanya niko, satu hari dia mengantar istrinya belanja di salah satu mal di jakarta, karena terlalu lama, dia membeli secangkir kopi di starbuck, biar nunggunya bisa duduk di kursi empuk, begitu pikirnya.
Saat istrinya selesai dan dia harus membayar, matanya terbelalak, “ gak salah ni mbak, katanya ketus, masak Cuma secangkir harganya tigapuluh enam ribu...?”.
Bagaimanapun niko mau protes, tetap saja tidak bisa mngubah angka-angka yang sudah tertera di atas kepalanya. Dengan berat hati dia membayar. Sudah kesal dia menyumpahi dirinya sendiri kenapa tadi tidak teliti dulu melihat daftar harga. Muka istrinya ikut cemberut. Dasar perempuan gak tahu suaminya lagi apes!.
Alhamdulillah malam itu awan cerah, pepohonan yang tumbuh di sepanjang jalan tembus itu bergoyang laksana mengikuti irama lagu yang didendangkan Rhoma Irama. Bintang-bintang diatas sana bersumpah serapah kepada para setan yang malam itu beroperasi di lorong-lorang jakarta. Mangganggu para hamba untuk menambah dosa yang sudah menggunung.
Namun setan-setan jahanam itu tidak menghiraukannya. Mereka terus berpencar mencari mangsa. Menunggu para hamba terlena. Menunggu manusia-manusia yang terkalahkan untuk di giring ke tenpat dimana tidak ada rahmat Allah didalamnya.
Tidak terbilang banyaknya di jakarta ini manusia yang berniat baik awalnya, namun bernasib buruk diakhirnya. Pun alhamdulillah tidak sedikit berbilang yang memiliki nasib lebih baik dibanding orang tua mereka sebelumnya. Memang di suatu tempat di manapun itu entah di paris perancis sana, di mekkah arab sana atau di jakarta tercinta ini. Allah menurunkan ketenangan di banyak hati manusia disamping Allah juga membiarkan para setan jalanan mengalahkan hamba-hamba Nya yang tidak kuat iman.
Alhamdulillah malam itu tidak banyak pekerjaan yang harus kukerjakan.Semua pekerjaan sudah kurapel tadi sore, karena kutahu malam ini aku harus meluangkan waktu bersama teman-teman tercinta. Setelah menitip kepada teman shift ku aku turun melalui lift yang sudah kuhafal lekuk-lekuknya.
Uwi dan ahmad sudah menunggu.
Setelah basa basi sebentar kita langsung ke pokok rapat, mengingat aku tak punya waktu banyak. Ku gunakan jam makan malam untuk rapat bersama teman-teman.
“ini harga yang di tawarkan bagus untuk produknya”, ahmad menyodorkan selembar kertas.
Ku coba pelajari sekilas...” kesepakatannya gimana mad, apakah kita ambil untung dari harga ini atau kita perlu mark up?”.
“ wi coba ente jelasin khan tadi ente yang ketemu sama bagus” ahmad meminta uwi untuk memaparkan hasil pertemuan dengan teamnya bagus.
Uwi mencoba bersiap, mangambil posisi duduk yang lebih nyaman, “ oke aku coba jelaskan, mereka memberikan harga ini, sama dengan harga yang mereka berikan ke end user, kita di beri diskon 25 sampai 30 persen, tergantung tingkat kerusakannya”.
Setelah mengambil napas, uwi meneruskan...” tadi aku dah sepakat sama mereka bahwa kita tidak boleh saling menindih pelanggan, maksudnya perusahaan yang sudah di dekati mereka kita gak boleh memasukkan proposal, dan berlaku sebaliknya”.
Ahmad menyela, “ maksudnya kalau kita sudah memasukan penawaran harga ke satu perusahaan mereka tidak boleh menelikung?”
“Tepat!” uwi cepat.
“ kalau begitu semakin banyak perusahaan yang kita masuki kemungkinan kita dapat lebih besar ya?” aku semangat.
“betul, masalahnya mereka sudah start jauh meninggalkan kita, istilahnya kita sekarang harus mencari pelanggan sisa” uwi menjawab semangatku. Uhhh.
“berarti kita harus mencari pelanggan yang memang belum tersentuh mereka, bagaimana kita tahu perusahaan mana aja yang belum mereka sentuh?” ahmad menyelidik.
Uwi mengambil secarik kertas dan meletakkan diantara piring roti bakar, “ ini daftar perusahaan yang mereka sudah masuki’.
“mereka sudah masuki semua perusahaan yang kita kenal bang!” sambil tangan ahmad memberikan kertas itu kepadaku.
“coba aku lihat”, ku amati satu persatu perusahaan yang tercantum di kertas itu, ”namun kalau kita teliti sepertinya masih ada peluang, coba lihat perusahaan yang sudah kita list di kategori C, mungkin masih ada peluang” aku memberi harapan.
Uwi mencoba mengais kertas yang ada di tasnya.
“coba kita lihat, semoga harapan itu masih ada...” uwi menelusuri setiap kata di lembaran yang lusuh oleh lipatan itu, “ Betul bang di kategori C banyak yang belum di masuki sama bagus, ada juga beberapa di kategori B, kalau yang A sudah di babat habis”.
“alhamdulillah, masih ada yang bisa di kejar”, ahmad mengelus dada ” bagus juga kalau kita coba manambah calon pelangan lewat internet, bang sambil kerja coba ente cari -cari ya....?” ahmad ke arahku.
“boleh, ntar aku usahain” jawabku mantab, semantab tinjunya mike tyson saat men-KO michel sphink.
Kegembiraan hati kami malam itu mungkin melebihi gambiranya hati si pedagang STMJ tempat kami mangkal. Karena dia bersorak dalam diam saat kami menetap di tendanya, hal ini kami ketahui saat membayar apa yang kami makan malam itu, mie rebus plus telor lima mangkok, STMJ tiga gelas besar, roti dan pisang bakar tiga piring di tambah jus buah tiga gelas. Kami rapat serasa berpestanya raja-raja majapahit!.
Sudah dua jam kami diskusi, jalan Sudirman di samping kami sudah mulai sepi, para manusia pekerja jakarta ada yang sudah sampai di rumah, diantara mereka ada yang sudah ngorok kelelahan atau masih berkutat dengan tugas kantor yang terpaksa di bawa kerumah. Bisa jadi juga ada di antara mereka yang sedang melampiaskan kerinduan kepada istri tercinta sebagaimana legenda cinta india, Shah Jahan membahagiakan sang kekasih hati Mumtaj Mahal pada setipa malamnya..
Dalam perjalanan kembali ke kantor aku teringat bagaimana mahapatih gajahmada menyusun rencana agungnya menyatukan nusantara. Saking seriusnya proyek itu sang mahapatih bersumpah tidak akan menikmati dunia sampai cita-cita menyatukan nusantara tercapai. Yang diucapkan pda saat pengangkatannya sebagai mahapatih majapahit. Sumpah Palapa ada pada teks Jawa Pertengahan Pararaton,
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya,
Aku Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Sungguh aku ingin mewarisi semangatnya. Semangat kepahlawanan yang didasari keilkhlasan dan cita-cita besar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment